Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Cantik Seperti Orangnya

Rotterdam merupakan salah satu kota terbesar yang ada di Belanda. Memiliki sejuta keindahan dan keunikan, membuat kota satu ini selalu tidak pernah sepi dari incaran pengunjung.

Rotterdam sendiri mempunyai tempat wisata yang unik dan menarik. Dimulai dari museum, teater, wisata unik, dan balai kesenian.

Dan siang ini, Ace membawa bosnya Allen bersama sekretaris mereka Rose menuju Rumah Kubus Rotterdam.

Rumah yang dibangun dengan menggunakan arsitektur yang unik dan dicat berwarna kuning cerah berbentuk kubus, merupakan rancangan dari seorang seniman terkemuka Belanda bernama Piet Blom.

Seniman tersebut memang selalu menghadirkan rancangan arsitektur bangunan yang unik dan kreatif, dalam setiap rancangan yang dihasilkannya.

"Tolong ambil gambarku Ace…." pinta Rose menyodorkan ponsel miliknya ke hadapan asisten sang bos.

"Biar aku saja!"

Allen dengan cepat merebut ponsel itu karena tidak mau Ace berlama-lama menatap wanita yang sedang kegirangan seperti anak kecil, karena bisa berjalan-jalan di kota ini.

"Eh…," kaget Rose. "Baiklah," pasrahnya tidak enak.

Ace hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah seorang Bos Mafia yang kini sedang berdiri dengan tangan memegang ponsel, asik mengambil gambar Rose yang notabene adalah bawahan dia di kantor.

Astaga … seperti inikah orang yang sedang jatuh cinta, pikirnya.

"Apa fotonya cantik Bos?" tanya Rose berjalan mendekati Allen untuk melihat hasil jepretannya tadi.

"Cantik…."

Cantik seperti orangnya, sambung Allen dalam hati dan tersenyum tipis.

"Benarkah? Coba aku liat," sahut Rose yang terkagum-kagum melihat jepretan tangan bosnya yang menurut dia sangat luar biasa.

"Wah … bos seperti seorang fotografer profesional. Semuanya terlihat sangat cantik, dan bagus…," puji Rose kegirangan.

"Baguslah kalau kamu suka, ayo … dimana lagi kamu ingin berfoto?" tanya Allen bahagia mendapatkan pujian dari wanita berbibir seksi itu.

Astaga … apa lelaki di depan aku ini adalah bosku Allen? Sejak kapan dia berubah profesi menjadi seorang juru foto seperti ini?

Ace tidak berhenti menggelengkan kepala melihat Allen yang ditarik Rose kesana kemari untuk mengambil gambar yang bagus di lokasi destinasi wisata ini.

Meski memperhatikan kedua orang di depannya itu, Ace ikut memperhatikan keadaan sekitar mereka.

Berada di Negara orang tanpa pengawalan dari anggota mafia Blue Fire, membuat Ace harus ekstra berhati-hati memastikan keamanan bosnya itu.

Allen yang sejak tadi digenggam tangannya oleh Rose mengelilingi hampir seluruh tempat ini, sedikit gugup dengan hati yang membuncah bahagia.

Meski dia harus terlihat seperti seorang anak kecil yang ditarik-tarik ibunya karena tidak ingin terlepas, nyatanya perlakuan Rose pada dia hari ini membuat Allen begitu senang dan ingin berlama-lama digenggam seperti ini oleh sekretarisnya.

Senyum ceria Rose selalu terpancar dari wajahnya, wanita yang baru pertama kali bepergian jauh dari negaranya itu benar-benar tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang dia rasakan di siang menjelang sore hari ini.

"Ayo kita berfoto bersama Bos…," ajak Rose bersemangat.

"Tidak perlu. Aku tidak terbiasa berfoto!" tolak Allen dengan dingin.

"Sekali saja Bos, untuk kenang-kenangan nanti…." bujuk Rose lagi menggoyangkan lengan atasannya.

"Jangan memaksa Nona Rose, Bos memang tidak pernah mau di foto sejak dulu!" tegur Ace yang mendengar ajakan Rose pada bos mereka.

Rose yang kecewa karena ajakannya tidak diiyakan oleh Allen hanya mengangguk dengan bibirnya yang sudah maju ke depan.

Tidak tega melihat Rose yang seperti itu, Allen pun akhirnya memanggil wanita cantik yang tampak menggemaskan dimatanya. "Dimana kita akan mengambil gambar?"

"Hah? Bos mau?" tanya Rose kaget tidak percaya.

Ace sang asisten pun ikut terkejut mendengar ucapan Allen pada Rose. Lelaki itu tidak menyangka kalau seorang Allen yang terkenal dingin dan kejam dengan orang lain, mau saja diajak berfoto oleh wanita yang belum lama dia kenal ini.

Dalam sekejap saja, Ace seakan tidak mengenali sosok bos yang selama bertahun-tahun selalu dia layani dan lindungi.

"Ayo Ace, kamu juga harus ikut berfoto dengan kami…," ajak Rose setelah mengambil beberapa gambar dengan Allen barusan.

"Ti-tidak perlu Nona," tolak Ace berusaha melepaskan genggaman tangan Rose di lengannya.

Allen seketika meradang dan menatap tajam Ace yang serba salah dengan dua orang di depan dia.

Aku tidak mau lagi terjebak dengan kelakuan mereka berdua nanti, ini yang pertama dan terakhir kalinya untukku! Gumam Ace dalam hati merutuki nasib dirinya yang hanya seorang bawahan.

Mau tidak mau, Ace pun ikut berfoto dengan bos dan sekretarisnya itu. Dia yang tadinya berdiri di samping Rose, ditarik oleh bosnya hingga dia akhirnya berdiri di samping Allen.

Posisi yang tadinya Rose berada di tengah, berganti dengan Allen yang berdiri di antara asisten dan sekretarisnya. Posesif sekali rupanya bos ini, gumam Ace dalam hati.

"Senyum Bos, Ace!" ujar Rose yang sejak tadi melihat dua orang lelaki itu tidak pernah tersenyum di depan kamera ponsel miliknya.

Allen dan Ace hanya nyengir menunjukkan gigi putih mereka, dan terlihat seperti senyum yang dipaksakan.

"Astaga … apa kalian tidak pernah tersenyum sebelumnya?" kesal Rose menatap bergantian dua orang lelaki di depannya.

"Tugas aku hanya menjadi asisten dari bos, Nona Rose … bukan menjadi penghiburnya yang selalu tersenyum sepanjang waktu!" sarkas Ace yang ikut kesal dengan tingkah sekretaris bosnya ini.

Rose terus saja memaksa agar dia maupun Allen tersenyum di depan kamera layar pipih yang sedang mengarah pada mereka bertiga.

Mendengar ucapan asisten bosnya tadi membuat Rose berdecak. "Terserah kau saja!"

Allen tersenyum menang. Ada gunanya juga Ace, pikirnya. Dia tidak bisa jika terus dipaksa oleh Rose untuk tersenyum, bisa berfoto saja sudah merupakan hal yang luar biasa bagi dirinya pribadi.

Tidak ada yang pernah benar-benar bisa membuat Bos Mafia itu tersenyum dan bahagia, sebelum bertemu dengan sosok wanita yang pernah menolong dia dulu.

Dari arah jam dua belas terlihat dua orang berpakaian serba hitam sedang mengawasi mereka bertiga dari jauh.

Ace yang selalu waspada dengan keadaan disekitar mereka, memberi kode pada Allen bahwa ada orang yang sedang mengawasi mereka saat ini.

"Apa kamu sudah puas Rose?" tanya Allen berusaha bersikap biasa.

Pasalnya dua orang berbadan kekar tersebut sedang berjalan mendekat ke arah mereka.

Rose mengangguk. "Kalau begitu ayo kita kembali sekarang…." ajak Allen menarik tangan sekretarisnya itu dan berjalan cepat menuju mobil mereka.

Ace sudah lebih dulu pergi ke mobil dan sudah menunggu dengan pistol di tangannya.

"Eh … kenapa harus terburu-buru Bos?" tanya Rose yang berusaha mengikuti langkah lebar bosnya.

Allen hanya diam, namun pikirannya masih fokus dengan dua orang asing di belakang mereka.

Tangan kirinya sudah berada di dalam jas yang dia pakai, dengan sebuah pistol yang selalu dia bawa kemana-mana.

Sedangkan tangan kanannya masih menggenggam tangan Rose dengan kuat, yang sontak membuat wanita itu merasa aneh dengan tingkah Allen saat ini.

Allen bahkan membukakan pintu untuknya, dan sedikit berlari memutari mobil lalu duduk disamping Rose seperti posisi mereka tadi.

Ace dengan cepat tancap gas meluncur meninggalkan halaman destinasi wisata yang mereka kunjungi, dan berharap agar dua orang tadi tidak mengikuti mereka lagi.

"Apa terjadi sesuatu Bos?" tanya Rose ingin tahu.

"Tidak ada, tadi Ace bilang cuaca akan hujan sebentar lagi. Itulah mengapa kita sedikit tergesa-gesa pergi dari sana."

Benarkah? Bukannya prakiraan cuaca tadi mengatakan hari ini akan cerah? Gumam Rose dalam hati.

Wanita itu sudah mengecek cuaca hari ini dari aplikasi di ponselnya tadi pagi, tidak tertulis apapun tentang cuaca yang akan hujan pikirnya.

Merasa dua orang asing yang kemungkinan adalah salah satu musuh Allen tidak mengikuti mereka lagi, membuat Ace maupun Allen menyimpan pistol yang sempat mereka sembunyikan dari Rose.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel