Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Jerat Hasrat dan Dendam

Sunyi yang menyusul kepergian Ayu lebih gaduh daripada ledakan amarah mana pun. Glen tetap terduduk di lantai, tubuhnya menggigil, wajahnya terkubur dalam kedua tangannya. Anastasia berdiri membeku, bathrobe-nya terasa seperti kain kafan. Aroma parfumnya dan Glen yang sebelumnya begitu menggairahkan, kini terasa seperti bau apek dari pengkhianatan.

Beberapa menit berlalu seperti satu abad. Akhirnya, Glen menarik napas dalam-dalam, getir, dan berdiri. Dia tidak memandang Anastasia. Matanya kosong, menatap dinding seolah-olah mencari jawaban yang tidak ada di sana.

"Aku harus pergi," gumamnya, suaranya serak, hancur.

"Glen..." Anastasia mencoba menyentuh lengannya, tetapi dia menyentak, menjauh.

"Jangan. Sekarang jangan," potongnya, masih menghindari tatapannya. Dia mengancingkan kemejanya dengan gerakan kaku, meraih dompet dan kunci yang tergeletak di lantai. "Aku... aku harus mengejarnya. Aku harus menjelaskan."

Menjelaskan apa? Anastasia ingin berteriak. Bahwa kau mencintaiku? Bahwa kau tidak bisa hidup tanpaku? Tapi kata-kata itu mati di tenggorokannya. Pria yang berdiri di depannya bukanlah pria yang bergairah dan percaya diri yang mendekapnya beberapa jam lalu. Ini adalah seorang pria yang ketakutan, yang baru saja melihat benteng rahasianya runtuh.

Dia pergi tanpa kata-kata lain, tanpa ciuman selamat tinggal, tanpa sentuhan. Pintu tertutup, dan kali ini, Anastasia benar-benar sendirian. Dia merosot ke lantai, tubuhnya gemetar, dan untuk pertama kalinya sejak semua ini began, dia menangis. Tangisan yang menyayat hati, penuh dengan rasa malu, bersalah, dan ketakutan yang mendalam. Dia telah menginginkan pengakuan, dan dia mendapatkannya dengan cara yang paling menghancurkan.

***

Perjalanan pulang Glen adalah kabur blur. Pikirannya berputar-putar, mencari-cari alasan, pembenaran, apapun yang bisa menyelamatkan keluarganya. Tapi wajah Ayu yang hancur dan dingin menghantui dirinya.

Rumahnya, yang biasanya terasa seperti istana, kini terasa seperti penjara. Sunyi. Mencekam. Dia menemukan Ayu duduk tegak di sofa di ruang keluarga, matanya kering dan kosong menatap ke depan. Dia sudah menyuruh pembantu dan sopir untuk pergi.

"Di mana anak-anak?" itu adalah satu-satunya hal yang bisa Glen tanyakan.

"Di kamar. Menonton film. Aku tidak ingin mereka melihat ini," jawab Ayu, suaranya datar, tanpa emosi. Itu lebih menakutkan daripada amarah.

"Ayu, aku—"

"Diam," potongnya. Dia akhirnya menoleh kepadanya, dan tatapan itu membuat Glen bergetar. "Aku hanya punya satu pertanyaan. Sudah berapa lama?"

Glen menunduk. "Lima tahun."

Dentuman kata-katanya sendiri menggema di ruangan yang sunyi itu. Ayu mengedipkan matanya, seolah-olah baru saja ditampar. Lima tahun. Hampir sama dengan usia pernikahan mereka dengan anak-anak di dalamnya.

"Jadi, ini... ini sudah sejak sebelum kita menikah?" suaranya bergetar untuk pertama kalinya.

Glen mengangguk, tidak mampu berbicara.

Ayu tertawa, tertawa getir dan pahit yang membuat bulu kuduk Glen berdiri. "Oh, Glen. Betapa bodohnya aku." Dia berdiri, berjalan menghampiri jendela. "Apa rencanamu? Mempertahankan kami berdua selamanya? Bermain rumah-rumahan dengannya saat aku mengasuh anak-anakmu?"

"Ayu, dia... dia berbeda. Aku—"

"Aku tidak peduli siapa dia!" Ayu berbalik, dan kali ini, amarahnya meledak. Air mata akhirnya mengalir deras. "Aku adalah istrimu! Ibu dari anak-anakmu! Kau menghinaku! Kau menginjak-injak segalanya yang kita bangun! Untuk apa? Untuk seorang pelacur yang mau menjadi simpanan?"

"Jangan panggil dia begitu!" Glen membentak, defensif. Reaksinya yang instan, membela Anastasia, adalah pisau terakhir yang menancap di hati Ayu.

Dia memandangnya dengan ngeri. "Jadi itu sudah sejauh itu. Kau mencintainya."

Glen terdiam. Keheningannya adalah pengakuan.

Ayu mengangguk pelan, rasa sakitnya berubah menjadi sesuatu yang lebih dingin, lebih berbahaya. "Baik. Kalau begitu, kita bercerai. Kau bisa memiliki 'cinta sejatimu' itu."

"Tidak!" kata Glen, tiba-tiba panik. "Tidak, Ayu. Aku tidak akan bercerai. Aku mencintaimu. Aku mencintai anak-anak kita."

"Kau tidak bisa memiliki kami berdua, Glen!" teriak Ayu, frustrasi. "Ini bukan pilihan menu! Ini hidup! Pilih. Dia atau kami."

Glen menjatuhkan dirinya ke sofa, tangannya menengadah. "Aku tidak bisa memilih. Aku butuh kalian berdua."

Kata-kata itu, egois dan kekanak-kanakan, mengukir nasib mereka. Ayu menyadari bahwa dia tidak sedang berdebat dengan seorang suami, tapi dengan seorang pria yang mabuk oleh nafsu dan ilusi. Percakapan itu pun berakhir. Ayu mengunci diri di kamar tidur, menolak untuk berbicara lagi.

Tapi Glen tidak pergi. Dia tetap di rumah, mencoba menjadi ayah yang normal untuk Alika dan Bima yang bertanya-tanya mengapa ibunya tidak mau keluar kamar. Rasa bersalah dan ketakutan memakannya hidup-hidup.

Dan dalam kehancuran itu, satu-satunya pelarian, satu-satunya tempat di mana dia merasa masih menjadi "pria", adalah Anastasia.

***

Pesan pertama Glen kepada Anastasia datang malam itu. ‘Aku tidak bisa tidur. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu.’

Anastasia, yang hancur dan kebingungan, awalnya tidak membalas. Tapi pesan itu diikuti oleh yang lain. ‘Aku butuh kamu, Ana. Hanya kamu yang mengerti.’ ‘Dia meminta cerai. Aku bilang tidak. Aku tidak akan kehilangan kamu.’

Kata-kata itu seperti eliksir bagi jiwa yang terluka Anastasia. Dia membalas. Dan itu menjadi awal dari pola baru yang lebih beracun.

Glen tidak lagi bisa datang dengan mudah. Ayu mengawasinya. Tapi justru itu yang membuat hasratnya semakin menjadi-jadi. Setiap pertemuan mereka harus direncanakan dengan matang, penuh risiko, seperti operasi rahasia. Setiap detik bersama menjadi berharga dan terlarang, yang justru membuat Glen semakin tergila-gila.

Ketika mereka akhirnya bisa bertemu—biasanya di apartemen, kadang di hotel gelap—Glen seperti pria yang kehausan. Ciumannya lebih kasar, sentuhannya lebih posesif, nafsunya lebih membara dan putus asa. Dia tidak lagi berbicara tentang cinta. Dia berbicara tentang kebutuhan, tentang bagaimana tubuh Anastasia adalah satu-satunya obat yang bisa membuatnya melupakan kekacauan yang dia ciptakan.

"Kau milikku," desisnya di telinganya, tangannya mencengkeram erat, meninggalkan bekas. "Hanya milikku. Jangan pernah pergi."

Anastasia terjerat dalam jerat ini. Dia melihat penderitaan Glen, mendengar tentang betapa dinginnya Ayu, dan merasa—dengan cara yang menyimpang—bahwa dialah penyelamatnya. Penjaga api gairahnya. Tanpanya, Glen akan hancur. Perhatian yang obsesif ini, nafsu yang membara ini, disalahartikannya sebagai cinta yang lebih dalam. Dia memberinya kekuatan untuk bertahan dari rasa bersalah yang terus menggerogotinya.

***

Sementara itu, Ayu tidak tinggal diam. Rasa sakitnya telah membeku menjadi inti dendam yang tajam. Jika Glen tidak mau melepaskan wanita itu, maka dia akan membuat wanita itu yang melepaskan Glen.

Dia menyewa detektif swasta. Dalam waktu singkat, dia mengetahui segalanya tentang Anastasia: tempat kerjanya, latar belakang keluarganya, bahkan nomor ponselnya.

Pertama, dia mencoba pendekatan halus. Sebuah pesan anonym dikirim ke Anastasia. ‘Dia tidak akan pernah meninggalkan istrinya untukmu. Kau hanya hiburan. Sadarlah sebelum kau hancur.’

Anastasia membacanya dengan tangan gemetar, lalu menghapusnya. Dia menunjukkan pesan itu kepada Glen. Glen marah besar, bersumpah itu pasti dari orang yang iri, dan menghujanimya dengan perhatian dan hadiah yang lebih besar untuk meyakinkannya. Itu justru memperkuat ikatan mereka.

Ayu semakin frustrasi. Dia meningkatkan levelnya. Suatu sore, ketika Anastasia pulang kerja, Ayu sudah menunggu di lobi apartemennya. Anastasia membeku.

"Kita perlu bicara," kata Ayu, wajahnya dingin dan elegan seperti biasa.

Mereka naik ke apartemen dalam kesunyian yang mematikan.

"Aku akan langsung kepada intinya," kata Ayu, menolak duduk. "Tinggalkan suamiku. Dia tidak akan pernah menjadi milikmu sepenuhnya."

"Sayangnya, itu bukan keputusanku, atau keputusanmu. Itu keputusan Glen," jawab Anastasia, berusaha terdengar percaya diri.

Ayu tertawa sinis. "Glen? Glen adalah pengecut yang haus perhatian. Dia membutuhkan seseorang untuk menyembahnya, dan kau melakukannya dengan sangat baik. Tapi apakah kau tahu apa yang terjadi malam setelah dia bersamamu? Dia pulang dan tidur di sampingku. Dia mencium anak-anak kami dan berjanji akan menjadi ayah yang lebih baik."

Setiap kata seperti pukulan bagi Anastasia.

"Apakah kau pikir nafsu di ranjang itu cinta?" lanjut Ayu, tanpa ampun. "Itu adalah pelarian. Dan ketika dia bosan, atau ketika kau mulai menuntut lebih, dia akan meninggalkanmu. Atau lebih buruk, dia akan menemukan orang ketiga, dan kau akan menjadi aku yang baru—wanita yang menunggu di rumah sementara suaminya bersenang-senang di tempat lain."

"Diam," bisik Anastasia, merasa mual.

"Tidak, kau harus mendengarnya," desak Ayu, maju selangkah. "Aku menawarkanmu kesempatan untuk keluar dengan sisa harga dirimu. Tinggalkan dia sekarang. Atau—" dia menjatuhkan ancamannya dengan dingin, "—aku akan memastikan semua orang tahu siapa kamu sebenarnya. Keluargamu, teman-temanmu, atasanmu. Aku akan menghancurkan reputasimu. Kau akan dikenal sebagai perusak rumah tangga yang tidak punya malu."

Anastasia gemetar ketakutan, tapi juga marah. "Kau tidak bisa melakukan itu."

"Coba saja lihat," tantang Ayu. Lalu, dengan pandangan terakhir yang penuh kebencian, dia pergi.

Anastasia menghubungi Glen, histeris. Glen langsung datang, meski itu berarti meninggalkan acara makan malam keluarga.

Dia mendengarkan, lalu menarik Anastasia ke dalam pelukannya. "Dia hanya mencoba menakut-nakuti kamu. Dia tidak akan melakukan apapun. Dia terlalu mencintaiku untuk menceraikanku, dan terlalu bangga untuk membuat skandal."

"Tapi dia tahu segalanya, Glen! Tempat kerjaku!"

"Dia tidak akan berbuat apa-apa," ulang Glen, menatap matanya. Dia menciumnya, awalnya untuk menghiburnya, tapi dengan cepat berubah menjadi nafsu lagi. Seolah-olah dengan memiliki tubuhnya, dia bisa membuktikan bahwa dialah yang berkuasa, bahwa pilihannya adalah benar.

"Kita akan baik-baik saja," bisik Glen di antara ciuman, mendorongnya ke sofa. "Aku tidak akan membiarkan siapapun memisahkan kita. Tidak Ayu, tidak siapapun."

Anastasia ingin mempercayainya. Dia ingin percaya bahwa nafsu yang membara ini, obsesi Glen yang gelap padanya, adalah cinta. Jadi dia membiarkan dirinya dibius lagi, dibenamkan dalam pelarian sensasional mereka. Dia membiarkan Glen meyakinkannya dengan tubuhnya, bukan dengan kata-katanya.

Di dalam mobilnya, Ayu menerima laporan dari detektifnya: Glen memasuki apartemen Anastasia lagi. Dia menatap laporan itu, dan untuk pertama kalinya, air mata keputusasaan mengalir. Ancaman tidak bekerja. Rayuan tidak bekerja.

Pria yang dia cintai begitu dalam ternyata adalah orang asing yang obsesif dan egois. Dan wanita itu, Anastasia, ternyata sama tergila-gilanya, rela menjadi rahasia selamanya asalkan bisa memiliki sisa-sisa cinta pria itu.

Pertempuran tidak dimenangkan dengan ledakan, tapi dengan kehancuran perlahan. Dan Ayu menyadari, untuk memenangkan perang ini, dia harus menggunakan taktik yang lebih kejam, yang tidak hanya menyakiti Anastasia, tetapi juga menghancurkan ilusi Glen bahwa dia bisa memiliki segalanya. Dia perlu memukul mereka berdua di tempat yang paling mereka sayangi: dalam dunia rahasia dan nafsu mereka itu sendiri. Rencananya mulai berubah, menjadi sesuatu yang lebih gelap dan lebih berbahaya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel