Pustaka
Bahasa Indonesia

Bajingan Kesayangan

62.0K · Tamat
Yuwen Aqsa
53
Bab
37.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Kisah cinta rumit Khalinxi ran Paulan, pria tampan yang masih duduk di kelas 11. Namun karena suatu hal, dia harus menikahi seorang santriwati untuk menutupi aib. Linxi masih menjalin hubungan dengan cinta pertamanya walau sudah berstatus suami. Simak kisahnya disini.

RomansaIstriPerselingkuhanWanita CantikDosenDewasaKeluargaLove after MarriagePernikahan

bab 1

"Mbak," aku memanggilnya agar dia kembali menatapku.

Dan akhirnya dia memang kembali menatapku. Tapi tak mengatakan apapun. Dia hanya diam menatap saja.

"Pulangnya nanti jam berapa?"

"Aku pulang jam lima, Dek."

"Aku jemput ya."

Dia tersenyum. Senyum yang sangat manis. Dan senyuman itu selalu membuatku merasa bahagia.

"Jam setengah 5 aku tunggu di depan." Dia mengangguk, dan aku pergi meninggalkan caffe tempat dia kerja.

Sekarang masih jam 2, masih ada kegiatan osis yang harus aku urus. Aku baru saja naik di kelas 11 beberapa bulan yang lalu. Dan aku terpilih jadi ketua osis.

Sebenarnya ingin menolk, tapi ya mau gimana lagi, hampir seluruh guru dan 70% murid mendukungku diposisi ini.

**

Aku parkirkan mobil di parkiran tempat biasa. Aku langsung masuk ke ruangan seni, karna disitulah akan diadakan rapat osis.

Kali ini rapat tentang penertiban anak-anak yang sering bolos sekolah. Sungguh sangat malas sebenarnya. Karna lagi-lagi fikiranku selalu terfokus pada Mbak Citra.

Mbak Citra wanita yang kalem, cantik dan selalu baik. Dia selalu bisa mengerti aku.

Berkali-kali aku melihat arloji ditangan. Sudah tidak betah, ingin cepat pulang.

Setelah tiga jam di sekolah, akhirnya usai juga acara rapat osisnya.

Buru-buru aku masuk ke mobil. Tanpa nunggu lagi, aku jalankan mobil menuju caffe tempat mbak Citra kerja. Terlihat dia sudah berdiri di depan caffe menungguku.

Aku buka kaca mobil. "Ayo masuk."

Dia senyum dan buka pintu mobil. Duduk disebelahku. "Mampir apotek ya Ran."

Keningku berkerut. "Mau ngapain? Kamu sakit?"

"Obatnya mas Rami habis. Kalau sampai dia telat minum obat, bisa tambah parah nanti." Tuturnya yang cuma bisa aku anggukin saja.

Kenapa nggak biarin dia lebih parah aja, terus mati dan kita bisa jalin hubungan ini tanpa ngumpet-ngumpet. Batinku

Yeah, betul banget dugaan kalian. Mas Rami itu suaminya mbak Citra. Aku tak tahu kenapa mbak Citra bisa peduli banget sama Mas Rami. Padahal mas Rami sekarang sedang sakit parah. Aku kurang tahu penyakit apaan, yang jelas dia sakit parah.

Aku tak pernah niat jahat sih, tapi aku cinta sama mbak Citra. Aku nyaman sama dia. Dan tak tahu kenapa, aku ingin terus ada didekatnya.

Mobil kuhentikan pas didepan apotek yang bertuliskan 24 jam. Mbak Citra pun turun dan masuk kedalam.

Ddrrt ... Ddrrt ....

Ponselku bergetar, sebuah telfon masuk dari Mama.

"Hallo, Ma."

"..........."

"Lagi rapat osis."

"............"

"Iya, iya nanti langsung pulang. Sudah dulu ya, kasian temen-temen nungguin."

Telfon aku putus sepihak. Mbak Citra masuk ke mobil dengan bawa seplastik obat. Seminggu sekali dia rajin beli obat buat suaminya. Dan pasti aku yang mengantar.

"Mbak, mampir tempatku sebentar ya." Pintaku. Karna memang aku ingin lebih lama sama dia.

Dia cuma senyum dan ngangguk. Aku pun bahagia.

Sepuluh menit, aku hentikan mobil di sebuah rumah minimalis yang semua terbuat dari kayu. Terlihat sangat alami. Inilah rumahku sendiri. Aku yang desain rumah ini dan aku juga yang membuatnya dengan uang hasil keringat sendiri.

Aku gandeng tangan mbak Citra masuk kedalam rumah. Seperti biasa, mbak Citra langsung ke dapur dan buatkan makanan untukku. Aku sendiri masuk kekamar dan mandi. Selesai mandi, sudah ada makanan diatas meja.

Ini yang paling aku suka. Dia pengertian padaku. Perhatiannya mirip seperti mama.

"Aku mandi dulu ya. Kamu buruan makan, mumpung masih anget."

"Iya sayang. Makasih ya." Dia ketawa kecil. "Kenapa ketawa?"

"Lucu aja dengar kamu manggil sayang gitu."

"Ya memang aku kan sayang sama kamu."

"Sudah ah, aku mandi dulu."

Dia berlalu pergi kekamarku untuk mandi. Dia sudah biasa di rumahku. Mungkin sampai hafal dimana letak debu yang paling tebal.

Setelah makanan habis, aku kembali masuk kekamar. Kebetulan mbak Citra juga baru saja keluar dari kamar mandi. Dia duduk ditepi ranjang dan sibuk ngeringin rambutnya.

"Sini aku bantu." Aku ambil handuk yang dia pegang, dan aku mulai mengusap rambutnya perlahan.

Wangi shampoo nya, yang khas dia banget. Rasanya tambah nyaman. Dan itu membuatku jadi khilaf lagi. Aku meraih dagunya, perlahan kusatukan bibir kami, cukup lama. Dia hanya diam tak menolak. Dan aku mulai menghisap bibir bawahnya. Hingga dia membuka sedikit mulitnya dan mempertemukan lidah kami. Ciuman yang lembut kini menjadi semakin panas. Tanganku mulai masuk kedalam kaos mbak Citra, dan ....

Drrttt ... Drrt ....

Saat kita sedang melakukan sesuatu yang nikmat, ponsel mbak Citra bergetar. Sebuah panggilan masuk yang mengharuskan permainan ini berhenti.

"Hallo." Sapa mbak Citra.

"..........."

"Iya sayang, Bunda pulang sekarang ya."

Dia tutup telfonnya dan menatapku. "Maaf ya Ran, aku harus pulang sekarang. Bella sudah lapar."

Huu ... aku membuang nafas kasar. Nggak rela, sangat nggak rela.

Aku langsung berdiri dan berjalan keluar. Mengambil kunci mobil dan mulai menyalakan mesin mobil. Mbak Citra pun ngekor.