Ringkasan
"Maaf, aku tak bisa bersamamu, Chris.. Kau adalah suami dari adikku, aku tak mau menyakiti perasaannya" ~ Natalie Mckent. "Persetan dengan semua itu! aku menikahi Lindsay agar aku bisa dekat denganmu! kau adalah alasan aku menjadi menantu keluarga Mckent, kau harus tahu itu, Natalie!" ~ Chris Raven. Pernikahan yang dilatarbelakangi dendam hanya akan membuat luka. Hal itulah yang kini dialami oleh, Natalie Mckent, anak sulung dari 2 bersaudara dari keluarga Mckent yang kaya raya di kota Chicago yang selama hampir 6 tahun memutuskan untuk hidup mandiri di New York city. Lebih tepatnya ia kabur dari keluarganya karena sebuah perjodohan oleh keluarganya. Namun Natalie harus kembali ke kota kelahirannya karena adiknya, Lindsay Mckent yang memiliki kelainan jantung sejak lahir akan menikah dengan seorang pengusaha kaya. Dan konflikpun dimulai setelah Natalie tahu sebuah kenyataan, ternyata calon suami adik nya adalah mantan kekasihnya dulu yang ia putuskan secara sepihak 6 tahun silam, Chris Raven. Dan Chris menikahi Lindsay Mckent karena ia ingin membalas sakit hatinya pada keluarga Mckent yang dulu menghinanya dan Natalie yang dulu mencampakannya begitu saja. Apakah masih ada cinta di hati Natalie dan Chris? Dan bagaimana perasaan sang adik, jika ia tahu kenyataan kalau sang suami menikahinya karena pembalasan dendam?
Prolog ( Aku dan Chicago )
New York City.
"Apa yang kau pikirkan Nat? Sejak tadi kulihat kau banyak melamun," Pamela bertanya dengan wajah cemas.
"Ah, apa terlihat seperti itu?" aku tersentak beberapa saat, mengerjapkan mata mencoba untuk fokus.
"Ya, tentu saja! hanya orang bodoh yang tak bisa melihatnya," ejek Pamela dengan senyum datarnya.
"A-ku hanya merasa bimbang dengan keputusanku, Pamela. Apakah aku harus pulang dan kembali ke Chicago lagi?" Tanyaku bingung.
"Lakukan lah apa yang harus kau lakukan, Nat.
Apa kau ragu karena takut keluargamu akan menolakmu nanti? Aku rasa tidak mungkin itu terjadi, kau meninggalkan Chicago sudah 6 tahun pasti mereka begitu merindukanmu," sahut Pamela mencoba meyakinkanku.
"Kalau saja itu terjadi..., tapi rasanya tidak mungkin," sahutku seraya tersenyum kecut.
Saat itu juga Pamela menatapku serius.
"Sekarang katakan padaku, apa yang membuatmu ingin pulang kesana lagi?" Tanyanya penasaran.
"Lindsay akan menikah, dan dia memintaku agar datang ke pernikahannya nanti," jawabku.
"What?? Benarkah itu? Itu sebuah berita baik, Nat! Lalu apa yang membuatmu ragu, hmm?" Pamela bertanya kembali tak mengerti.
"Entahlah..., aku hanya takut dengan satu hal yang sampai saat ini belum aku mengerti," jawabku lesu.
"Haiisss, aku yakin itu hanyalah keraguanmu saja. Sekarang dengarkan aku, jika kau tidak datang ke pernikahan adikmu, apa kau akan masih punya muka di depan seluruh keluargamu nanti? Aku bisa membayangkan betapa kecewanya Lindsay nanti di pernikahannya, apalagi dia sendiri yang memintamu untuk datang ke pernikahannya" Pamela mencoba menjelaskan.
Aku berpikir selama beberapa saat, mencoba menimbang dan mencerna apa yang dikatakan Pamela padaku.
"Kurasa kau benar, Pam kalau aku memang harus datang ke sana," jawabku yakin.
***
Chicago.
"Welcome back Chicago! Kota kelahiranku, dimana 18 tahun lamanya semua hal yang tak terlupakan terjadi dalam hidupku, sebelum 6 tahun silam aku meninggalkan kota ini."
Dengan penuh keyakinan dan langkah yang mantap aku melangkah menuju tempat yang memang menjadi tujuan utamaku.
Rumah besar milik keluarga Mckent. Yang sudah 6 tahun lamanya aku tinggalkan.
Kutatap lekat - lekat rumah bergaya eropa itu di depanku sekarang, tak ada yang berubah.
Semua masih tetap sama, halaman besar dengan taman yang membentang hijau terawat membuat rumah itu terlihat hidup.
Aku menghembuskan nafas panjang, mencoba mengumpulkan tenaga dan mentalku agar aku kuat menghadapi apa yang akan kutemui di rumah itu.
Kuketuk pintu rumah itu dengan nafas tertahan dan beberapa saat kemudian seseorang membuka pintu rumah.
Seperti tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat, wanita paruh baya itu tampak menatapku lekat - lekat dengan ekspresi wajah terkejut.
"Nona, Natalie??! Astaga ini benar nona Natalie?!" wanita paruh baya yang sangat kukenal itu berseru tak percaya.
Aku hanya mengangguk tersenyum memberikan jawaban.
"Ya, ini aku, Barbara," sahutku mantap.
***